“Oper, San……! Oper kesini bolanya!” teriak Irfan dari kotak penalti sambil mengangkat tangan.
Sandy, sang kapten lapangan SMA Berbakat, berhasil membawa si kulit bundar masuk ke garis belakang pertahanan lawan. Saat itu, Irfan sudah masuk ke kotak penalti, lawan melakukan jebakan offside untuk mematikan langkan Sandy ke gawang mereka. Namun, mereka kecele sebab gerakan tangan Irfan justru bermakna bahwa Sandy saja yang membawa langsung bola itu, tidak usah dioper. Sandy lolos, dengan satu sontekan, Sandy berhasil menjebol gawang SMA Sahabat. Posisi 1 – 0 bertahan hingga babak kedua berakhir.
Kejadian ini berlangsung sekitar empat tahun yang lalu, ketika Sandy dan Irfan masih SMA. Sandy di mata Irfan adalah sosok yang hampir perfect sebagai manusia. Sandy, si ganteng dengan posisi kapten, tidak saja bintang lapangan sepak bola SMA Berbakat, tapi juga bintang kelas. Bahkan, ia lulus seleksi PMDK UGM.
Kini sahabat karibnya itu sedang terbujur kaku. Di sekelilingnya, terdengar sesegukan sedih keluarga dan kerabat terdekat. Terdengar juga, pelan suara ayat suci yang dibaca para tetangga. Sandy meninggal, kisah kematiannya berbeda bagaikan bumi dan langit dengan kisah seru masa SMA. Sandy meninggal overdosis akibat nge-drug. Menurut cerita bundanya, kelakuan Sandy berubah sejak ia berkawan dengan teman-teman kuliahnya. Disanalah, bundanya menduga Sandy mengenal dan jadi pecandu obat-obatan.
Prosesnya cepat sekali, hanya dua tahun. Sandy sempat dirawat intensif di berbagai rumah sakit di Jakarta. Tidak terhitung biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh orangtuanya. Satu lagi korban narkoba jatuh. Sandy sahabat dekat Irfan, jenderal lapangan, harapan bintang sang bunda, pujaan gadis sekolah, tewas lantaran salah berkenalan dengan obat-obatan.
Hal ini menjadi perhatian betul buat Irfan, dan juga buat kita semua, bahwa sekali berkenal dengan narkoba, maka bayangan kematian akan segera membayangi kehidupan kita.
Begitu juga sebenarnya dengan perbuatan dosa dan maksiat lainnya. Pembiasaan terhadap perbuatan dosa yang kecil akan membuat kita menjadi mudah untuk melakukan dosa yang lebih besar. Sekali kita berkenalan dengan satu perbuatan maksiat, maka ia akan memerangkap kita sehingga kita sulit untuk melepaskan diri.
Ah…. Berapa lagi nyawa bunga bangsa ini yang harus mati sia-sia? Siapa lagi ibu yang harus kehilangan anaknya, adik kehilangan kakanya, sahabat kehilangan memori terindah seorang kawan…… siapa lagi? Tolong….. jangan biarkan Sandy-sandy yang lain harus hilang dari peredaran kehidupan lantarannarkoba. Genderang perang terhadap narkoba harus segera ditabuh. Paling tidak dimulai dari diri sendiri.
Cerita ini adalah fiktif belaka, nama pelaku dan tempat kejadian hanya karangan penulis semata. Artikel ini saya angkat sebagai bahan renungan untuk kita, diantaranya melalui kematian orang lain. Lihatlah, tidak sedikit yang menemui kematian dalam keadaan yang buruk. Tentu saja, tidak sedikit juga orang di sekitar kita yang kematiannya baik. Bila kematian bisa dijadikan pelajaran hidup, lalu, sebagai manusia model kematian yang bagaimana yang mau kita contoh?
0 komentar: