Anda tahukan bagaimana kondisi negara kita saat ini? Banyak sekali kebijakan nasional atau lebih tepat kita sebut sebagai ketidakbijakan nasional yang belum mampu untuk mengangkat rakyat dari jurang ketidakadilan. Tapi kita sebagai rakyat paling tidak masih bisa bersyukur, kita masih punya kaum pejuang kelas menengah yang memperjuangkan hak-hak kita sebagai komunitas bangsa ini. Wacana yang berkembang, mereka menemukan belum berlangsungnya dengan sungguh-sungguh prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara seperti keadilan sosial, terakomodasinya hak asasi manusia di berbagai lapangan hidup. Terdapat ketimpangan sosial, kecurangan sistem yang diberlakukan. Rakyat yang pada hakekatnya merupakan pihak yang paling berhak atas negara, alam dengan kegala kekayaannya, belum memperoleh segala sesuatu yang semestinya harus mereka peroleh, jika negara ini diurus dengan benar dan adil.
Sangat mengkhawatirkan dan membuat hati pedih bahwa situasi itu mungkin merefleksikan bahwa kita kini sudah sampai pada watak kolektif yang tidak sehat. Egoisme, egosentrisme, kecenderungan monopoli, sudah dirintis menjadi budaya sehari-hari, tidak hanya dalam pergaulan politik, tapi juga merambah ke berbagai bidang. Budaya itu, karena sudah berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama sudah merasuk dan mendarah daging bahkan sudah merupakan satu-satunya referensi sejarah yang dikenali oleh generasi demi generasi yang lahir, sudah menjadi gejala peradaban. Dan jika sudah menjadi sebuah peradaban, kita butuh sekian dekade untuk membebaskan diri darinya.
Banyak sekali pejuang-pejuang rakyat yang sekarang sudah pasrah, atau terpaksa pasrah karena tidak mampu merubah sejarah peradaban unik di negeri ini. Saya akan berikan sebuah ilustrasi menarik bisa juga lucu untuk menggambarkan kondisi ini. Seorang aktivis LSM bernama Sarju (anda masih ingat kan dengan tokoh ini? Dia akan menjadi tokoh saya pada tulisan-tulisan saya selanjutnya) sudah mulai bosan dengan teriakan-teriakan “Hentikan Ketidakadilan” yang sering dia lontarkan ketika memimpin sebuah aksi demonstrasi anti korupsi dan kolusi. Sarju berada posisi pasrah memikirkan kondisi negara ini yang tak kunjung berubah. Untuk menenangkan hati, si Sarju lebih memilih menghabiskan akhir pekannya dengan memancing di laut.
Sudah dua jam Sarju memancing, tapi si ikan tak kunjung mau mamakan umpannya. Ketika ia melamun memikirkan aksi apa yang bisa membuat negara ini berubah,tiba-tiba dia melihat sebuah botol yang terapung dan tertutup rapat. Sarju kemudian mengambil botol itu, karena penasaran, Sarju membuka tutup botol, lalu tiba-tiba dari dalam botol keluar asap yang selanjutnya menebal dan menjadi jin raksasa yang mengambang di depan Sarju.
Karena tidak biasa melihat kejadian aneh Sarju hanya diam, jin yang ada di depannya berkata, “Terimakasih tuan, tuan telah membebaskan saya. Untuk itu tuan silahkan mengajukan tiga permintaan, saya akan mengabulkannya.
Sarju berpikir sejenak kemudian menjawab, “Baiklah jin, saya ingin tiga kejadian besar terjadi di negeri saya Indonesia ini.”
“Apa itu tuan?”
“Pertama saya ingin nilai tukar rupiah di negeri saya ini kembali menjadi Rp 2.000 per 1 dollar US. Kedua, saya mau semua uang hasil korupsi baik oleh swasta ataupun pejabat pemerintah dikembalikan kepada rakyat, dan semua pelaku kejahatan diadili. Ketiga, saya ingin hukum benar-benar bisa ditegakkan di negeri saya ini”.
Sang jin berpikir sejenak, kemudian menggeleng-gelengkan kepala. Pelan-pelan jasadnya kembali menjadi asap lalu berkumpul masuk ke dalam botol itu kembali. Dari dalam botol si jin berseru :
Sang jin berpikir sejenak, kemudian menggeleng-gelengkan kepala. Pelan-pelan jasadnya kembali menjadi asap lalu berkumpul masuk ke dalam botol itu kembali. Dari dalam botol si jin berseru :
“Tuan, tolong botolnya ditutup lagi!!”
0 komentar: