Sejak kecil sebagian besar dari kita telah memiliki kepercayaan keagamaan yang kuat dengan hanya sedikit keimanan kepada Tuhan. Kenapa dikatakan demikian? Sebab ada perbedaan antara kepercayaan kepada seperangkat dalil, dengan keimanan yang memungkinkan kita untuk menaruh keyakinan kepada kebenaran dalil-dalil tersebut. Keyakinan kita tentang keagamaan yang terkesan pada masa kanak-kanak, lebih banyak merupakan kredo yang menakutkan, sampai terbawa pada masa dewasa. Cerita neraka dengan segenap malaikat penjaganya yang kejam mampu membangkitkan realita kejiwaan yang menakutkan dari sosok Tuhan.
Di sisi lain, Tuhan merupakan figur kabur yang lebih didefinisikan melalui abstraksi intelektual daripada imajinasi. Tuhan sebagai figur di belakang layar (hijab) yang tidak berbuat banyak, karena segala pekerjaan pengaturan alam semesta telah diwakilkan kepada para pembantunya (malaikat). Ia begitu agung dan suci, sehingga cukup bagi-Nya duduk santai di singgasana-Nya, seperti imajinasi tentang raja-raja pada gambaran manusia. Akibatnya, banyak orang yang terjebak kepada imajinasi ini, sebagai batasan manusia untuk tidak membicarakan Tuhan. Dan bagi manusia biasa tidak layak untuk menyentuh wilayah ketuhanan, kecuali melalui perantara nabi, malaikat, para wali, sebab tidak semestinya ketinggian dan keagungan Tuhan yang Suci, didatangi oleh manusia yang penuh kotoran dan dosa.
Agama yang kita tangkap selama ini adalah sebagai seperangkat aturan dan kepercayaan yang dibeban secara eksternal. Ia bersifat “top down” yang diberikan kepada kita untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut atau ditanamkan oleh kiai, guru dan tradisi lingkungan kita. Hal ini sangat berbeda jika keagamaan yang timbul berasal dari jiwa, yang merupakan fitrah internal bawaan otak dan jiwa manusia, karena keagamaan yang berasal dari potensi fitrah akan sesuai dengan ajaran agama yang benar dan universal secara utuh.
Sumber : Berguru Kepada Tuhan oleh Abu Sangkan
0 komentar: